Kamis, 01 Juni 2017

Why Not Telling The Truth?

Siapa yang suka nonton infotainment? Kalau yang suka pasti tahu kabar duka dari meninggalnya artis Yana Zein karena sakit. Usai beberapa bulan dirawat di negeri tirai bambu, artis peran tersebut menghembuskan nafas terakhir di RS Mayapada, Jakarta Selatan, Kamis (1/6/2017) dini hari tadi, setelah beberapa waktu kembali ke tanah air.  Penulis ikut berdua cita yang sedalam-dalamnya.

Yana Zein harus menyerah terhadap penyakit yang diidapnya. Penyakit yang disebut Ketua Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI), Linda Gumelar, sebagai jenis kanker tertinggi pada pasien rawat inap maupun rawat jalan di seluruh rumah sakit di Indonesia. Pada tahun 2010, pasien kanker payudara 28,7 persen dari total penderita kanker. (Kanker Payudara Tertinggi di Indonesia, 2016).

Padahal lima hari lalu, ketika tiba di tanah air, ibu dua anak itu mengaku kesehatannya telah mulai membaik, hampir mencapai angka 80 persen. Sehingga pengobatan yang dijalani Yana selama empat bulan di Rumah Sakit Modern Guangzhou China Hospital dianggap telah sukses. Bahkan Yana mengaku telah bisa berjalan tanpa bantuan kursi roda (Kanker Payudara Stadium 4 Yana Zein Sembuh 75 Persen, 2017).

Namun apa yang disampaikan Asisten Yana Zein, Nita, mengungkapkan fakta mengejutkan perihal kondisi kesehatan Yana sebelum meninggal dunia. Apa yang disampaikan Yana Zein tentang perkembangan kesehatannya, ternyata itu tidak benar.

"Iya dia bohong. Dia pengin anak-anaknya itu senang. Dia bohongin kita semua, dia pura-pura tegar. Memang enggak kelihatan dia sakit, tapi begitu nyampe ke rumah, langsung tidur. Dia bilang 'badan saya semua kesemutan'," kata Nita saat dihubungi, Kamis siang. Bahkan, lanjutnya, Yana sudah membuat skenario agar sebisa mungkin ia tampil segar dan bugar di hadapan keluarga (Mengapa Yana Zein Mengaku Sehat Sebelum Meninggal?, 2017).

Lalu apa yang dilakukan oleh Yana Zein dapat dibenarkan? Mengapa yang dikatakan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi pada dirinya. Penulis berpendapat apa yang dilakukan Yana Zein merupakan bentuk pencitraan dirinya, a manipulated representation that lacked substance or accuracy (Botan, 1993). Atau memungkinkan terjadi “what people said about itself, not what the people actually did”.

Citra merupakan kesan yang timbul karena pemahaman terhadap sesuatu. Citra merupakan akibat positioning diri. Pemahaman citra muncul karena adanya informasi yang ditangkap seseorang dan sebagai dampak dari komunikasi yang dilakukan. Sebab ketika kita berkomunikasi, konsekuensi yang bisa didapat bisa positif ataupun bisa negatif. Apalagi setiap orang adalah public relations atau everyone is PR on yourself. Hal tersebut menurut Kriyantono (2012) merupakan pendekatan bahwa PR sebagai teknik dan sebagai metode komunikasi.

Pemahaman mengenai kesehatan Yana Zein yang membaik itu penulis ungkapkan juga ketika diskusi yang sekaligus menjawab tantangan. Tantangan itut adalah apa yang dilakukan jika kita menjadi juru bicara atau keluarga Julia Perez (Jupe) yang juga sedang dirawat di salah satu rumah sakit di Jakarta. Apa yang akan kita katakan mengenai keadaan penyanyi “Belah Duren” tersebut kepada awak media atau wartawan. Apakah blak-blakan jujur mengatakan yang sebenarnya atau menutup-nutupi keadaan mantan kekasih Gaston Castano itu.

Hal yang ada didalam pikiran kita biasanya menutupi apa yang terjadi. Biasanya juru bicara atau keluarga menyebut bahwa sang artis saat ini kondisinya alhamdulillah sudah mengalami perkembangan, sang artis sudah bisa makan, tim dokter sedang berupaya yang terbaik dan bekerja keras agar artis tersebut cepat sembuh, dan berterima kasih kepada masyarakat Indonesia atas perhatian yang diberikan. Kemudian meminta doa  dan dukungan untuk memotivasi sang artis agar segera diberikan kesembuhan.   

Padahal keadaan sang artis mungkin sedang tergolek lemah, keadaannya semakin melemah dan semangatnya menurun. Namun hal tersebut tidak kita katakan. Sebab jika dikatakan perasaan kita sepertinya tidak menghargai perasaan sang artis yang sedang sakit. Hal tersebut juga sebagai pendorong semangat dan optimis akan kesembuhan sang artis. Meksipun apa yang diungkapkan merupakan harapan-harapan kita sebagai juru bicara, bukan ungkapan yang disampaikan langsung sang artis. Karena jika dikatakan yang sesungguhnya tentu bertentangan dengan etika dan hati kecil kita.

Hal yang sama mungkin dikatakan oleh pengacara. Padahal pengacara harus mengatakan hal yang benar dan sesuai fakta ketika dia profesional. Namun biasanya pengacara yang ditunjuk mengatakan hal yang hanya perlu dikatakan  dan menghindar mengatakan sesuatu meskipun sesuatu hal tersebut  memang benar-benar terjadi. Ini yang disebut dilema (Wulandari, 2017).

Pernah juga hal yang sama terjadi terhadap seorang artis yang meninggal dunia karena sakit. Pihak keluarga tak pernah mengatakan yang sebenarnya ketika ia dirawat di negeri singa. Bahkan kepada teman-teman Almarhum Olga Syahputra sendiri. Bahkan sampai saat ini publik masih menyimpan tanda tanya apa yang terjadi kepada Alm. Olga Syahputra. (*)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar